Hasil Outbound Maksimal

Beberapa hal yang harus dilakukan agar kegiatan outbound training yang dilaksanakan dapat menghasilkan hasil yang optimal. Diantaranya adalah :

INTERVIEW

Ini perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran profil dari peserta outbound. Jangan sampai nantinya simulasi yang super keras diterapkan kepada orang yang mempunyai penyakit tertentu misalnya. Wah.. bisa repot nantinya. Selain itu juga agar intruksi tidak terkaget-kaget di lapangan manakal karakter asli dari peserta muncul, sedangkan karakter itu belum tentu di senangi oleh sang instruksi misalnya. Jadi udah ada semacam defend dulu agar gak terkaget-kaget (termasuk solusi bagaimana menanganinya).

VARIASI SIMULASI

Ini juga penting dan harus disesuaikan dengan kondisi dan budget. (Bukan berarti simulasi kerjasama ini tidak bisa dimainkan di dalam ruangan loh).

Semakin pandai seorang instruktur merancang suatu simulasi,  yang dapat mensimulasikan kerjasama antar anggota tim, semakin besar kemungkinan kebarhasilan dari kegiatan outbound training tersebut.

KESERIUSAN DAN KESIAPAN PESERTA

Bila segala-galanya sudah bagus namun pesertanya tidak serius atau tidak siap, yang ada bisa-bisa hanya akan buang-buang waktu dan tenaga saja. Jadi apa gunanya kegiatan outbound training dilaksanakan.

 KOMUNIKASI

Saat kegiatan outbound trining berlangsung, harapannya karakter yang biasa digunakan para peserta selama di tempat kerja, karakter itulah yang digunakan. Nantinya bisa jadi akan timbul konflik dan bisa jadi masalah dalam komunikasi. Nah.. ini akan menarik bila masih bisa dilakukan kompromi dari hasil komunikasi yang berlangsung.

Btw, bila dari hasil kompromi yang terjadi tidak mendapatkan hasil yang benar-benar produktif, maka bisa jadi ada (satu atau lebih) karakter yang boleh dibilang kurang cocok untuk ditempatkan dalam tim.

Untuk itulah perlu dilakukan perubahan karakter. Misal, yang tadinya pemarah harus dikurangi marahnya. Yang pendiam harus diajak atau diberi peluang untuk bisa mengungkapkan apa yang dianggapnya baik untuk tim.

Dan bila terjadi perubahan peningkatan produktifitas tim tersebut dari yang semula tidak produktif atau kurang produktif , maka karakter baru itulah yang “stelan”-nya perlu digunakan dalam lingkungan kerja sehari-hari.

Karena “mapping”-nya boleh dikatakan udah “pas”. Namun bila dianggap ada pemarah dan ada pendiam tapi tetap dianggap produktif.

Malah justru sarannya adalah, peliharalah sifat marah dari pemarah dan sifat pendiam dari si pendiam karena “mapping”-nya udah pas. Aneh kan? Tapi ajaib, begitulah sarannya.

Gimana bila ternyata tidak berhasil pula dilakukan kompromi dari usaha untuk merubah karakter yang ada di dalam tim (yang mengakibatkan kurangnya produktifitas dalam tim).

Personil yang memiliki karakter yang kurang cocok dalam tim tersebut lantaran tidak ditemukannya “mapping” yang pas, mungkin bisa di tempatkan di tim yang lain yang lebih cocok untuknya (selain kemudian bisa di-trining pelan-pelan agar karakternya bisa berubah ke arah yang diharapkan.

Btw perusahaan sekelas General Electric melakukan hal itu kepada karyawannya). Tapi terlepas dari suka atau tidak suka dari keputusan yang diambil, harapannya ke depan akan memberi keseimbangan dalam tim di kemudian harinya.

Mungkin gak ada yang salah dan gak ada yang benar dari hasil keputusan tersebut. Seperti tidak ada yang salah tatkala ada istri cerewet dengan suami pendiam.

Intinya bagaimana menemukan “mapping” yang pas untuk tim. Cara yang berat dan mahal memang. Namun di luar negeri ini dianggap efektif ketimbang sekedar melakukan assessment.

Assessment memang cara yang murah menurut saya. Namun boleh dibilang tidak atau setidak-tidaknya kurang adil.

Coba pikir baik-baik. Istri cerewet dan suami pendiam tapi produktif. Istri okedan suami oke namun gak produktif. Apa yang salah dari sebuah assessment?.

Namun assessment ini boleh dibilang masih bisa dipake, bahkan sangat terpakai dari pada ribet !!